BAB II
TELAAH TEORITIS
TELAAH TEORITIS
A. Pengertian Konservasi
Menurut Danisworo (1995): ”Konservasi
adalah upaya untuk melestarikan,melindungi serta memanfaatkan sumber daya suatu
tempat, seperti gedung-gedungtua yang memiliki arti sejarah atau budaya,
kawasan dengan kepadatan pendudukan yang ideal, cagar budaya, hutan lindung dan
sebagainya”. Berarti, konserva si
jugamerupakan upaya preservasi dengan tetap memanfaatkan kegunaan dari suatu
sepertikegiataan asalnya atau bagi kegiatan yang sama sekali baru sehingga
dapat membiayai sendiri kelangsungan eksistensinya.
Konservasi secara umum diartikan
pelestarian namun demikian dalam khasanah para pakar konservasi ternyata
memiliki serangkaian pengertian yang berbeda-beda implikasinya. Menurut
Adishakti (2007) istilah konservasi yang biasa digunakan para arsitek mengacu
pada Piagam dari International Council of Monuments and Site (ICOMOS) tahun
1981 yaitu : Charter for the Conservation of Places of Cultural Significance,
Burra, Australia. Piagam ini lebih dikenal dengan Burra Charter
Dalam Burra Charter konsep konservasi
adalah semua kegiatan pelestarian sesuai dengan kesepakatan yang telah
dirumuskan dalam piagam tersebut. Konservasi adalah konsep proses pengelolaan
suatu tempat atau ruang atau obyek agar makna kultural yang terkandung didalamnya
terpelihara dengan baik. Pengertian ini sebenarnya perlu diperluas lebih
spesifik yaitu pemeliharaan morfologi (bentuk fisik) dan fungsinya. Kegiatan
konservasi meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan sesuai dengan kondisi dan
situasi lokal maupun upaya pengembangan untuk pemanfaatan lebih lanjut. Bila
dikaitkan dengan kawasan maka konservasi kawasan atau sub bagian kota mencakup
suatu upaya pencegahan adanya aktivitas perubahan sosial atau pemanfaatan yang
tidak sesuai dan bukan secara fisik saja.
Kegiatan konservasi antara lain bisa
berbentuk (a) preservasi, (b) restorasi, (c) replikasi, (d) rekonstruksi, (e)
revitalisasi dan/atau penggunaan untuk fungsi baru suatu aset masa lalu, (f)
rehabilitasi. Aktivitas tersebut tergantung dengan kondisi, persoalan, dan
kemungkinan yang dapat dikembangkan dalam upaya pemeliharaan lebih lanjut.
Masyarakat awam sering keliru bahwa pelestarian bangunan bersejarah diarahkan
menjadi ded monument (monumen statis) tetapi sebenarnya bisa dikembangkan
menjadi life monument yang bermanfaat fungsional bagi generasi masa sekarang.
B.Teori Upaya Pelestarian Stasiun
Tawang Semarang
Kota Lama Semarang terletak di
Kelurahan Bandarharjo, kecamatan Semarang Utara. Batas Kota Lama Semarang
adalah sebelah Utara Jalan Merak dengan stasiun Tawang-nya, sebelah Timur
berupa Jalan Cendrawasih, sebelah Selatan adalah Jalan Sendowo dan sebelah
Barat berupa Jalan Mpu Tantular dan sepanjang sungai Semarang. Luas Kota Lama
Semarang sekitar 0,3125 km2.
Kota Lama menyimpan banyak sejarah
Indonesia ketika dijajah oleh Belanda. Kawasan yang dipenuhi oleh
bangunan-bangunan kuno yang mempunyai nilai arsitektur tinggi ini sudah menjadi
cagar budaya Indonesia yang patut di konservasi. Berdasarkan
Undang-Undang No 5 Tahun 1992 dikemukakan yang dimaksud dengan benda cagar
budaya adalah : (dalam Bab 1 pasal 1) yaitu : (1) Benda buatan manusia,
bergerak atau tidak bergerak, yang berupa kesatuan atau kelompok, atau
bagian-bagian atau sisa sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 tahun atau
mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50
tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan,
dan kebudayaan; (2) Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi
sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
C. Upaya Konservasi Museum Tawang
Untuk museum Tawang ini, yang Mulai
Juli 2009 Stasiun Tawang ditetapkan PT Kereta Api Indonesia (PT. KAI) sebagai
bangunan cagar budaya ini tidak perlu dilakukan banyak konservasi karena pada
bagian facade dan sampai sekarang masih terawat dengan baik.
Stasiun Semarang Tawang merupakan salah satu stasiun kereta api besar tertua di Indonesia yang melayani pengangkutan penumpang untuk jalur Semarang Tawang menuju Tanggung (Grobogan). Stasiun ini diresmikan pada tanggal 1 Juni 1914, dan pada 29 April 1911 merupakan peletakan batu pertama oleh perusahaan yang mengelolanya yaitu Netherland Indische Spoorweg maatschappij (NIS) dengan rancangan bangunan dari arsitek Sloth - Blauwboer. Sebagai stasiun yang dipersiapkan untuk menjadi pintu kedatangan tamu, Stasiun Tawang dirancang sebagai bangunan yang anggun dengan karakter bangunan berlanggam Romanticism yang populer di Eropa pada masa itu yang dipersiapkan untuk perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda dari Spanyol (Tentoonstelling).
Stasiun Semarang Tawang merupakan salah satu stasiun kereta api besar tertua di Indonesia yang melayani pengangkutan penumpang untuk jalur Semarang Tawang menuju Tanggung (Grobogan). Stasiun ini diresmikan pada tanggal 1 Juni 1914, dan pada 29 April 1911 merupakan peletakan batu pertama oleh perusahaan yang mengelolanya yaitu Netherland Indische Spoorweg maatschappij (NIS) dengan rancangan bangunan dari arsitek Sloth - Blauwboer. Sebagai stasiun yang dipersiapkan untuk menjadi pintu kedatangan tamu, Stasiun Tawang dirancang sebagai bangunan yang anggun dengan karakter bangunan berlanggam Romanticism yang populer di Eropa pada masa itu yang dipersiapkan untuk perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda dari Spanyol (Tentoonstelling).
Pada awal beroperasinya, tidak ada
jalur kereta api yang menghubungkan antara stasiun Semarang Tawang dan Semarang
Poncol, dua-duanya merupakan stasiun ujung atau kopstation. Stasiun Semarang
Poncol melayani kereta api dari/ke menuju barat (Cirebon) dan stasiun Semarang
Tawang melayani kereta api dari/ke timur (Solo dan Yogyakarta). Ini dikarenakan
bahwa kedua stasiun tersebut milik dua perusahaan kereta api yang berbeda yaitu
NIS dan SCS (Semarang-Cheribon Stoomtram Maatschappij). Akibat jaringan kereta
api yang terpisah, masing-masing perusahaan itu mempunyai stasiun yang terpisah
pula. Keadaan ini cukup merepotkan, tidak hanya bagi penumpang tapi (terutama)
untuk angkutan barang. Baru ketika awal pemerintah Jepang masuk ke Indonesia
sekitar tahun 1942/1943, kedua stasiun itu dapat dihubungkan dengan jalur
kereta api karena kedua perusahaan kereta api itu digabungkan oleh pemerintahan
Jepang di Indonesia.
Bangunan membentuk siluet simetris
dengan bangunan utama di tengah yang beratap kubah tinggi sebagai vocal point
serta sayap-sayap bangunan di kanan kirinya yang didominasi oleh atap pelana
dari genteng merah dengan bukaan-bukaan atap sebagai variasi. Bentuk bangunan
yang simetris itu merupakan salah satu ciri arsitektur kolonial yang merupakan
perpaduan antara langgam desain yang populer di Eropa dengan penyesuaian
terhadap iklim lokal tropis melalui penggunaan atap pelana serta banyak bukaan
untuk penghawaan.
Tidak banyak ornamen yang
dijumpai, karena gaya arsitektur Romaticism yang populer di Eropa pada awal
abad ke 20 lebih menekankan pada komposisi dan proporsi elemen-elemen garis dan
bidang-bidang bukaan sebagai ornamen bangunan. Komposisi bidang-bidang bukaan
pada tembok yang kokoh serta atap kubah membentuk kemegahan bangunan ini.
Sumber : http://www.skyscrapercity.com/showthread.php?p=87356476
Ruang-ruang pada bangunan Stasiun
Tawang disusun secara linier dengan pintu masuk utama yang berada di tengah
sebagai orientasi. Ruang di bawah kubah merupakan vestibule atau hall dengan
langit-langit yang tinggi. Atap kubah membentuk langit-langit persegi
memberikan pencahayaan atas yang memperkuat kesan megah ruangan ini. Empat
kolom utama yang menyangga atap kubah sepintas mirip dengan bagian tengah
sebuah pendapa joglo. Bagian ini diperindah dengan empat lampu hias serta
jendela kaca memanjang di sekeliling bangunan bagian atas.
Sumber : https://www.flickr.com/photos/siboglou/14075280912/
Ornamen paling menonjol pada bangunan
Stasiun Tawang adalah pintu-pintu utama serta jendela ventilasi atas yang
berbentuk lengkung yang dipertegas dengan bingkai konstruksi Arch pasangan batu
bata di tepi atasnya. Pada ujung lengkungan bata tersebut diakhiri dengan
moulding dari semen dan keramik warna dan material yang berbeda dari elemen -
elemen bukaan (pintu, jendela, dan ventilasi) tersebut menjadi ornamen yang
mempercantik arsitektur Stasiun Tawang. Cornice berupa ballustrade/pagar
pembatas atap datar di atas pintu-pintu tersebut memperkuat akhiran atas dari
komposisi itu.
Sayap bagian kanan merupakan ruang
tunggu kelas satu, ruang kepala stasiun, ruang sinyal serta ruang-ruang
operasional. Sayap kiri merupakan ruang tunggu kelas dua dan kelas tiga yang
pada masa kolonial diperuntukkan bagi pribumi. Ruang-ruang tersebut berderet di
sepanjang concourse (peron) membentuk model stasiun satu sisi dengan peron dan
sepur yang terletak sejajar dengan bangunan stasiun. Peron dan sepur dinaungi
atap pelana yang memanjang sejajar dengan struktur rangka baja dan penutup seng
gelombang.
Dalam finishing ruang, dominasi warna
putih menutup hampir semua tembok bagian dalam serta cokelat tembaga sebagai
penghiasnya. Dari penelitian para arsitek pencinta bangunan bersejarah,
material dasar bangunan stasiun ini pada waktu didirikan berasal dari batu yang
dilapisi semen tumbukan bata merah dan kapur. Cat yang dipergunakan juga masih
sederhana, hanya kapur.
Namun sungguh sayang akibat perkembangan
kota Semarang yang semakin pesat serta sistem tata kota yang belum pas dengan
kondisi kota pinggir pantai maka stasiun Semarang Tawang sering digenangi
banjir akibat hujan atau rob (rembesan air laut jika permukaan laut pasang).
Penyebab banjir, selain curah hujan yang tinggi tiga hari berturut-turut dan
air pasang laut Jawa, juga hilangnya area resapan di sebelah utara stasiun.
Rawa yang dahulu melingkupi bagian utara stasiun sejak 1985 berubah menjadi
pemukiman. Banjir merupakan hantu yang harus dihadapi bangunan Stasiun Tawang.
Namun, gunungan sampah di tambak sebelah timur stasiun juga musuh utama yang
harus dihadapi. Dampaknya, perjalanan kereta api melalui jalur utara di Jawa
menjadi terganggu. Untuk mengatasi masalah itu telah tiga kali dilakukan
pengurukan lantai bangunan. Ketinggian bangunan telah berkurang 1.5 meter
akibat peninggian itu. Tak hanya bangunan yang ditinggikan, jalan rel pun ikut
ditinggikan.
Sumber :
http://andieperkembanganarsitek.blogspot.com/2012/07/konservasi-stasiun-tawang-semarang.html
http://kakaadid.blogspot.com/2011/04/konservasi-arsitektur.html
http://neng-sih.blogspot.com/2013/04/bangunan-konservasi-stasiun-tawang.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar