Perencaanaan Fisik Pembangunan
Perencanaan fisik adalah suatu usaha pengaturan dan
penataan kebutuhan fisik untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dengan berbagai
kegiatan fisik. pembangunan dapat diartikan sebagai `suatu upaya terkoordinasi
untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga
negara untuk memenuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho
dan Rochmin Dahuri, 2004).
Kepala Bidang Fisik dan tata
ruang membawahi 2 ( dua ) Sub Bidang yaitu :
1. Pengembangan SDA dan Kerjasama Pembangunan, yang mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas bidang perencanaan fisik dan tata ruang lingkup tata ruang dan lingkungan hidup;
Untuk menjalankan tugas pokoknya, Pengembangan SDA dan Kerjasama Pembangunan hidup mempunyai fungsi:
a.
Pengumpulan dan penganalisaan data lingkup tata ruang dan lingkungan hidup
b.
Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis perencanaan pembangunan lingkup tata
ruang dan lingkungan hidup
c.
Pelaksanaan pengkoordinasian penyusunan perencanaan pembangunan lingkup tata
ruang dan lingkungan hidup yang meliputi penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kabupaten dan Lingkungan Hidup, penyusunan rencana pembangunan
pengelolaan kawasan tata ruang dan lingkungan hidup, serta kerjasama
perencanaan pembangunan tata ruang dan lingkungan hidup
d.
Evaluasi dan Pelaporan pelaksanaan lingkup tata ruang dan lingkungan hidup
2. Bidang Perencanaan dan Teknolgi mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Bidang Perencanaan fisik dan tata ruang lingkup infrastruktur dan prasarana Kabupaten. Untuk menjalankan tugas pokoknya, Sub Perencanaan dan Teknolgi Kabupaten mempunyai fungsi :
a. Pengumpulan
dan penganalisaan data lingkup Infrastruktur dan Prasarana Kabupaten
b.Penyiapan
bahan perumusan kebijakan teknis perencanaan pembangunan lingkup Infrastruktur
dan Prasarana Kabupaten
c.Pelaksanaan
pengkoordinasian penyusunan perencanaan pembangunan lingkup Infrastruktur dan Prasarana
Kabupaten yang meliputi penyusunan Rencana pembangunan Infrastruktur dan
Prasarana Kabupaten, serta kerjasama perencanaan Infrastruktur dan
Prasarana Kabupaten
d. Evaluasi
dan Pelaporan pelaksanaan lingkup Infrastruktur dan Prasarana Kabupaten
1.
Skema
proses peraturan fisik
2.
Distribusi
Tata Ruang Lingkup Nasional
-
Lingkup
Nasional
Kewenangan
semua instansi di tingkat pemerintah pusat berada dalam lingkup kepentingan
secara sektoral. Departemen-departemen yang berkaitan langsung dengan
perencanaan fisik khususnya terkait dengan pengembangan wilayah antara lain
adalah :
·
Dept. Pekerjaan Umum
·
Dept. Perhubungan
·
Dept. Perindustrian
·
Dept. Pertanian
·
Dept. Pertambangan
·
Energi, Dept. Nakertrans.
Dalam hubungan ini peranan Bappenas dengan sendirinya
juga sangat penting. Perencanaan fisik pada tingkat nasional umumnya tidak
mempertimbangkan distribusi kegiatan tata ruang secara spesifik dan mendetail.
Tetapi
terbatas pada penggarisan kebijaksanaan umum dan kriteria administrasi
pelaksanaannya. Misalnya: suatu program subsidi untuk pembangunan perumahan
atau program perbaikan kampung pada tingkat nasional tidak akan dibahas secara
terperinci dan tidak membahas dampak spesifik program ini pada suatu daerah. Yang
dibicarakan dalam lingkup nasional ini hanyalah, daerah atau kota yang memenuhi
kriteria yang ditetapkan dan studi kelayakan dalam skala yang luas.
Jadi pemilihan
dan penentuan daerah untuk pembangunan perumahan tadi secara spesifik menjadi
wewenang lagi dari pemerintaan tingkat lokal. Meskipun rencana pembangunan
nasional tidak dapat secara langsung menjabarkan perencanan fisik dalam tingkat
lokal tetapi sering kali bahwa program pembangunan tingkat nasional sangat
mempengaruhi program pembangunan yang disusun oleh tingkat lokal.
Sebagai
contoh, ketidaksingkronan program pendanaan antara APBD dan APBN, yang sering
mengakibatkan kepincangan pelaksanaan suatu program pembangunan fisik,
misalnya; bongkar pasang untuk rehabilitasi jaringan utilitas kota.
-
Lingkup Regional
Instansi
yang berwenang dalam perencanaan pembangunan pada tingkatan regional di
Indonesia adalah Pemda Tingkat I, disamping adanya dinas-dinas daerah maupun
vertikal (kantor wilayah). Contoh : Dinas PU Propinsi, DLLAJR, Kanwil-kanwil.
Sedang badan yang mengkoordinasikannya adalah Bappeda Tk. I di setiap
provinsi.
Walaupun
perencanaan ditingkat kota dan kabupaten konsisten sejalan dengan ketentuan
rencana pembangunan yang telah digariskan diatas (tingkat nasional dan
regional) daerah tingkat II itu sendiri masih mempunyai kewenangan mengurus
perencanaan wilayahnya sendiri. Yang penting dalam hal ini pengertian
timbal balik, koordinatif. Contoh : misalnya ada perencanaan fisik
pembangunan pendidikan tinggi di suatu kota, untuk hal ini, selain dilandasi
oleh kepentingan pendidikan pada tingkat nasional juga perlu dipikirkan
implikasi serta dampaknya terhadap perkembangan daerah tingkat II dimana
perguruan tinggi tersebut dialokasikan.
Masalah
yang sering mennyulitkan adalah koordinasi pembangunan fisik apabila berbatasan
dengan kota atau wilayah lain. Ada instansi khusus lainnya yang
cukup berperan dalam perencanaan tingkat regional misalnya otorita atau proyek
khusus. Contoh otorita Batam, Otorita proyek jatiluhur, DAS.
-
Lingkup Lokal
Penanganan
perencanaan pembangunan ditingkat local seperti Kodya atau kabupaten ini
biasanya dibebankan pada dinas-dinas, contoh: Dinas Pekerjaan Umum, Dinas
Tata Kota, Dinas Kebersihan, Dinas Pengawasan Pembangunan Kota, Dinas
Kesehatan, Dinas PDAM. Koordinasi perencanaan berdasarkan Kepres No.27 tahun
1980 dilakukan oleh BAPPEDA Tk.II.
Saat ini perlu
diakui bahwa sering terjadi kesulitan koordinasi perencanaan. Masalah ini
semakin dirasakan apabila menyangkut dinas-dinas eksekutif daerah dengan
dinas-dinas vertikal. Di Amerika dan Eropa sejak 20 tahun terakhir telah
mengembangkan badan-badan khusus darai pemerintah kota untuk menangani program
mota tertentu, seperti program peremajaan kota (urban renewal programmes).
Badan
otorita ini diberi wewenang khusus untuk menangani pengaturan kembali
perencanaan fisik terperinci bagian-bagian kota.
- Lingkup Swasta
Lingkup
kegiatan perencanaan oleh swasta di Indonesia semula memang hanya terbatas pada
skalanya seperti pada perencanaan perumahan, jaringan utiliyas, pusat
perbelanjaan dll. Dewasa ini lingkup skalanya sudah luas dan hampir tidak
terbatas. Badan-badan usaha konsultan swasta yang menjamur adalah indikasi
keterlibatan swasta yang makin meluas. Semakin luasnya lingkup swasta didasari
pada berkembangnya tuntutan layanan yang semakin luas dan profesionalisme.
Kewenangan pihak swasta yang semakin positif menjadi
indikator untuk memicu diri bagi Instansi pemerinta maupun BUMN. Persaingan
yang muncul menjadi tolok ukur bagi tiap-tiap kompetitor (swasta dan
pemerintah) dan berdampak pada peningkatan kualitas layanan/produk.
Pihak swasta terkecil adalah individu atau perorangan.
Peran individu juga sangat berpengaruh terhadap pola perencanaan pembangunan
secara keseluruhan. Contoh apabila seseorang membuat rumah maka ia selayaknya
membuat perencanaan fisik rumahnya dengan memenuhi peraturan yang berlaku. Taat
pada peraturan bangunan, aturan zoning, perizinan (IMB) dan sebaginya.
3. Sistem Wilayah Pembangunan
Pengertian
wilayah dipahami sebagai ruang permukaan bumi dimana manusia dan makhluk
lainnya dapat hidup dan beraktifitas. Sementara itu wilayah menurut Hanafiah
(1982) adalah unit tata ruang yang terdiri atas jarak, lokasi, bentuk dan
ukuran atau skala. Dengan demikian sebagai satu unit tata ruang yang
dimanfaatkan manusia, maka penataan dan penggunaan wilayah dapat terpelihara.
Sedangkan Hadjisaroso (1994) menyatakan bahwa wilayah adalah sebutan untuk
lingkungan pada umumnya dan tertentu batasnya. Misalnya nasional adalah sebutan
untuk wilayah dalam kekuasaan Negara, dan daerah adalah sebutan untuk batas
wilayah dalam batas kewenangan daerah. Selanjutnya menurut Undang-Undang Nomor 24
Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, wilayah diartikan sebagai kesatuan geografis
beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan
aspek administratif dan atau aspek fungsional.
Struktur
perencanaan pembangunan nasional saat ini mengacu pada Undang-Undang No. 25
Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional. UU tersebut mengamanahkan bahwa
kepala daerah terpilih diharuskan menyusun rencana pembangunan jangka menengah
(RPJM) dan rencana pembangunan jangka panjang (RPJP) di daerah masing-masing.
Dokumen RPJM ini akan menjadi acuan pembangunan daerah yang memuat, antara lain
visi, misi, arah kebijakan, dan program-program pembangunan selama lima tahun
ke depan. Sementara itu juga, dengan dikeluarkan UU No.17 Tahun 2007 tentang RPJPN
2005-2025, maka ke dalam – dan menjadi bagian – dari kerangka perencanaan
pembangunan tersebut di semua tingkatan pemerintahan perlu mengintegrasikan
aspek wilayah/spasial. Dengan demikian 33 provinsi dan 496 kabupaten/kota yang
ada di Indonesia harus mengintegrasikan rencana tata ruangnya ke dalam
perencanaan pembangunan daerahnya masing-masing). Seluruh kegiatan pembangunan
harus direncanakan berdasarkan data (spasial dan nonspasial) dan informasi yang
akurat serta dapat dipertanggungjawabkan.
Sesungguhnya
landasan hukum kebijakan pembangunan wilayah di Indonesia terkait dengan
penyusunan tata ruang di Indonesia secara umum mengacu pada UU tentang Penataan
Ruang. Pedoman ini sebagai landasan hukum yang berisi kewajiban setiap
provinsi, kabupaten dan kota menyusun tata ruang wilayah sebagai arahan
pelaksanaan pembangunan daerah. Rencana tata ruang dirumuskan secara berjenjang
mulai dari tingkat yang sangat umum sampai tingkat yang sangat perinci seperti
dicerminkan dari tata ruang tingkat provinsi, kabupaten, perkotaan, desa, dan
bahkan untuk tata ruang yang bersifat tematis, misalnya untuk kawasan pesisir,
pulau-pulau kecil, jaringan jalan, dan lain sebagainya. Kewajiban daerah
menyusun tata ruang berkaitan dengan penerapan desentralisasi dan otonomi daerah.
Menindaklanjuti undang- undang tersebut, Menteri Permukiman dan Prasarana
Wilayah Nomor 327/KPTS/M/2002 menetapkan enam pedoman bidang penataan ruang,
meliputi:
1. Pedoman
penyusunan RTRW provinsi.
2. Pedoman
penyusunan kembali RTRW provinsi.
3. Pedoman
penyusunan RTRW kabupaten.
4. Pedoman
penyusunan kembali RTRW kabupaten.
5. Pedoman
penyusunan RTRW perkotaan.
6.Pedoman
penyusunan kembali RTRW perkotaan.
Mengingat
rencana tata ruang merupakan salah satu aspek dalam rencana pembangunan
nasional dan pembangunan daerah, tata ruang nasional, provinsi dan
kabupaten/kota merupakan satu kesatuan yang saling terkait dan dari aspek
substansi dan operasional harus konsistensi. Adanya peraturan
perundang-undangan penyusunan tata ruang yang bersifat nasional, seperti UU No.
25 Tahun 2004 dan Kepmen Kimpraswil Nomor 327/KPTS/M/2002 tersebut, kiranya
dapat digunakan pula sebagai dasar dalam melaksanakan pemetaan mintakat ruang
sesuai dengan asas optimal dan lestari.
Dengan
demikian, terkait kondisi tersebut, dokumen rencana tata ruang wilayah (RTRW)
yang ada juga harus mengacu pada visi dan misi tersebut. Dengan kata lain, RTRW
yang ada merupakan bagian terjemahan visi, misi daerah yang dipresentasikan
dalam bentuk pola dan struktur pemanfaatan ruang. Secara rinci dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. RTRW nasional merupakan strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan
ruang wilayah negara yang meliputi tujuan nasional dan arahan pemanfaatan ruang
antarpulau dan antarprovinsi. RTRW nasional yang disusun pada tingkat ketelitian
skala 1:1 juta untuk jangka waktu selama 25 tahun.
2. RTRW provinsi merupakan strategi dan arahan kebijaksanaan
pemanfaatan runag wilayah provinsi yang berfokus pada keterkaitan
antarkawasan/kabupaten/kota. RTRW provinsi disusun pada tingkat ketelitian
skala 1:250 ribu untuk jangka waktu 15 tahun. Berdasar pada landasan hukum dan
pedoman umum penyusunan tata ruang, substansi data dan analisis penyusunan RTRW
provinsi mencakup kebijakan pembangunan, analisis regional, ekonomi regional,
sumber daya manusia, sumber daya buatan, sumber daya alam, sistem permukiman,
penggunaan lahan, dan analisis kelembagaan. Substansi RTRW provinsi meliputi:
Arahan struktur dan pola pemanfaatan ruang; arahan pengelolaan kawasan lindung
dan budi daya; arahan pengelolaan kawasan perdesaan, perkotaan dan tematik;
arahan pengembangan kawasan permukiman, kehutanan, pertanian, pertambangan,
perindustrian, pariwisata, dan kawasan lainnya; arahan pengembangan sistem
pusat permukiman perdesaan dan perkotaan; arahan pengembangan sistem prasarana
wilayah; arahan pengembangan kawasan yang diprioritaskan; arahan kebijakan tata
guna tanah, air, udara, dan sumber daya alam lain.
3. RTRW kabupaten/Kota merupakan rencana tata ruang yang disusun berdasar pada perkiraan kecenderuangan dan arahan perkembangan untuk pembangunan daerah di masa depan. RTRW kabupaten/kota disusun pada tingkat ketelitian 1:100 ribu untuk kabupaten dan 1:25 ribu untuk daerah perkotaan, untuk jangka waktu 5–10 tahun sesuai dengan perkembangan daerah.
Source :
http://dinidwinanda.blogspot.com/2013/02/sistem-wilayah-pembangunan.html
http://jerichoyosua.blogspot.com/
3. RTRW kabupaten/Kota merupakan rencana tata ruang yang disusun berdasar pada perkiraan kecenderuangan dan arahan perkembangan untuk pembangunan daerah di masa depan. RTRW kabupaten/kota disusun pada tingkat ketelitian 1:100 ribu untuk kabupaten dan 1:25 ribu untuk daerah perkotaan, untuk jangka waktu 5–10 tahun sesuai dengan perkembangan daerah.
Source :
http://dinidwinanda.blogspot.com/2013/02/sistem-wilayah-pembangunan.html
http://jerichoyosua.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar