HUKUM
PERBURUHAN
Hukum Perburuhan, Adalah seperangkat
aturan dan norma baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur pola
hubungan Industrial antara Pengusaha, di satu sisi, dan Pekerja atau buruh, di sisi yang lain.
Tidak ada definisi baku mengenai hukum perburuhan di Indonesia. Buku-buku hukum
Perburuhan didominasi oleh karya-karya Prof. Imam Soepomo. Guru besar hukum perburuhan
di Universitas Indonesia. karyanya antara lain: Pengantar
Hukum Perburuhan; Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja dan
Hukum Perburuhan, Undang-undang dan Peraturan-peraturan.
Belakangan, pasca-Reformasi Hukum Perburuhan karya-karya Prof.
Imam Soepomo dianggap oleh sebagian kalangan sudah tidak relevan lagi. hal ini
terutama oleh aktivis Serikat Buruh dan advokat perburuhan. Meskipun di
perguruan tinggi yang ada Fakultas Hukumnya di seluruh Indonesia, masih
menggunakan buku-buku karya Imam Soepomo sebagai rujukan wajib.
Sejarah
Hukum Perburuhan
Pasca reformasi, hukum perburuhan memang mengalami perubahan luar
biasa radikal. baik secara regulatif, politik, ideologis bahkan ekonomi Global.
proses industrialisasi sebagai bagian dari gerak historis ekonomi politik suatu
bangsa dalam perkembangannya mulai menuai momentumnya. hukum perburuhan,
setidaknya menjadi peredam konflik kepentingan antara pekerja dan pengusaha
sekaligus.
Sebagai Peredam Konflik, tentu ia tidak bisa diharapkan maksimal.
Faktanya, berbagai hak normatif perburuhan yang mestinya tidak perlu lagi jadi
perdebatan, namun kenyataannya Undang-undang memberi peluang besar untuk
memperselisihkan hak-hak normatif tersebut. memang Undang-undang perburuhan
juga mengatur aturan pidananya namun hal tersebut masih dirasa sulit oleh
penegak hukumnya. Di samping seabrek kelemahan lain yang ke depan mesti segera
dicarikan jalan keluarnya.
Masa Orde baru yang dipimpin oleh Presiden
Soeharto benar-benar
membatasi Gerakan Serikat Buruh dan Serikat Pekerja. saat itu Organisasi Buruh
dibatasi hanya satu organisasi SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia).
Pola penyelesaian hubungan Industrial pun dianggap tidak adil dan
cenderung represif. TNI saat itu, misalnya, terlibat langsung bahkan diberikan
wewenang untuk turut serta menjadi bagian dari Pola Penyelesaian hubungan
Industrial. Saat itu, sejarah mencatat kasus-kasus buruh yang terkenal di Jawa
Timur misalnya Marsinah dan lain-lain.
Hukum
Perburuhan era Reformasi
Era
Reformasi benar-benar membuka lebar arus demokrasi. Secara regulatif, dan
Gradual hukum perburuhan kemudian menemukan momentumnya. hal tersebut
terepresentasi dalam tiga paket Undang-Undang perburuhan antara lain:
Undang-undang No. 21 tahun 2000 Tentang Serikat Buruh, Undang-undang No. 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, dan Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI).
PENGERTIAN PHK (PEMUTUSAN HUBUNGAN
KERJA)
Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) adalah pengakhiran
hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan
kewajiban antara pekerja dan perusahaan/majikan. Hal ini dapat terjadi karena
pengunduran diri, pemberhentian oleh perusahaan atau habis kontrak.
PHK hanya dapat dilakukan bila kaidah-kaidah
yang terdapat dalam undang-undang dilanggar. Undang-undang ini membahas tentang
PHK, yang dilakukan oleh pengusaha agar pengusaha tidak memeberhentikan pekerja
secara sepihak dengan alasan-alasan tertentu.
Di dalam UU ini terdapat hal-hal yang tidak
dapat dijadikan sebagai alasan untuk pemutusan hubungan kerja, pegawai-pegawai
yang berhak mendapatkan PHK, pengajuan surat PHK oleh pengusaha kepada Panitia
Daerah, pesangon dan tunjangan.
PHK SEPIHAK
Perusahaan dapat melakukan PHK apabila pekerja
melakukan pelanggaran terhadap perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama (PKB). Akan tetapi sebelum mem-PHK, perusahaan wajib
memberikan surat peringatan secara 3 kali berturut-turut. Perusahaan juga dapat
menentukan sanksi yang layak tergantung jenis pelanggaran, dan untuk
pelanggaran tertentu, perusahaan bisa mengeluarkan SP 3 secara langsung atau
langsung memecat. Semua hal ini diatur dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahan masing-masing. Karena setiap perusahaan mempunyai peraturan yang
berbeda-beda.
Selain karena kesalahan pekerja, pemecatan
mungkin dilakukan karena alasan lain. Misalnya bila perusahaan memutuskan
melakukan efisiensi, penggabungan atau peleburan, dalam keadaan merugi/pailit.
PHK akan terjadi karena keadaan diluar kuasa perusahaan.
Bagi pekerja yang diPHK, alasan PHK
berperan besar dalam menentukan apakah pekerja tersebut berhak atau tidak
berhak atas uang pesangon, uang penghargaan dan uang penggantian hak.
Peraturan mengenai uang pesangon, uang penghargaan dan uang penggantian hak
diatur dalam pasal 156, pasal 160 sampai pasal 169 UU No. 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan.
PERJANJIAN KERJA
Menurut pasal 61 Undang – Undang No. 13 tahun
2003 mengenai tenaga kerja, perjanjian kerja dapat berakhir apabila :
1.
pekerja meninggal
dunia
2.
jangka waktu
kontak kerja telah berakhir
3. adanya putusan
pengadilan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan
industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
4. adanya keadaan
atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat
menyebabkan berakhirnya hubungan kerja.
Jadi,
pihak yang mengakhiri perjanjian kerja sebelum jangka waktu yang ditentukan,
wajib membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh
sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
Menurut UU
No. 13 tahun 2003 mengenai Ketenagakerjaan, pihak perusahaan dapat saja
melakukan PHK dalam berbagai kondisi seperti di bawah ini:
a. Pekerja
melakukan kesalahan berat
Pekerja
yang diputuskan hubungan kerjanya berdasarkan kesalahan berat hanya dapat
memperoleh uang pengganti hak sedang bagi pekerja yang tugas dan fungsi tidak
mewakili kepentingan perusahaan secara langsung,selain memperoleh uang
pengganti, juga diberikan uang pisah yang besarnya diatur dalam Perjanjian
Kerja, Peraturan Perusahaan, dan atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
b. Pekerja
ditahan pihak yang berwajib
Perusahaan
dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap pekerja setelah 6 (enam)
bulan tidak melakukan pekerjaan yang disebabkan masih dalam proses pidana.
Dalam ketentuan bahwa perusahaan wajib membayar kepada pekerja atau buruh uang
penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ditambah uang pengganti hak,
apabila Pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum 6 (enam) bulan dan pekerja
dinyatakan tidak bersalah, perusahaan wajib mempekerjakan kembali.
c. Perusahaan
mengalami kerugian
Apabila
perusahaan bangkrut dan ditutup karena mengalami kerugian secara terus menerus
selama 2 (dua) tahun, perusahaan dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja
terhadap pekerja dan perusahaan wajib memberikan uang pesangon 1 (satu) kali
ketentuan dan uang pengganti hak.
d. Pekerja
mangkir terus menerus
Perusahaan
dapat memutuskan hubungan kerja apabila pekerja tidak masuk selama 5 hari
berturut-turut tanpa keterangan tertulis yang dilengkapi bukti-bukti yang sah
meskipun telah dipanggil 2 kali secara patut dan tertulis oleh perusahaan. Dalam
situasi seperti ini, pekerja dianggap telah mengundurkan diri.
e. Pekerja
meninggal dunia
Hubungan
kerja otomatis akan berakhir ketika pekerja meninggal dunia. Perusahaan
berkewajiban untuk memberikan uang yang besarnya 2 kali uang pesangon, 1 kali
uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak.
f. Pekerja
melakukan pelanggaran
Pelanggaran
terhadap perjanjian yang ada tentunya ada sangsi yang berupa teguran lisan atau
surat tertulis, sampai ada juga yang berupa surat peringatan. Sedang untuk
surat peringatan tertulis dapat dibuat surat peringatan ke I, ke II, sampai ke
III.
UANG PENGGANTIAN HAK
Uang penggantian hak yang seharusnya diterima
berdasarkan pasal 156 UU No. 13 Tahun 2003 :
1.
Cuti tahunan yang
belum diambil dan belum gugur;
2.
Biaya atau ongkos
pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat dimana pekerja/buruh
diterima bekerja
3.
Penggantian
perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan
atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat
4.
Hal-hal lain yang
ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusanaan atau perjanjian kerja
bersama
Komponen upah yang digunakan sebagai dasar
perhitungan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang pengganti hak
yang seharusnya diterima yang tertunda, terdiri atas :
1.
upah pokok
2. segala macam
bentuk tunjangan yang bersifat tetap yang diberikan kepada pekerja dan
keluarganya, termasuk harga pembelian dari catu yang diberikan kepada
pekerja/buruh secara cuma-cuma, yang apabila catu harus dibayar pekerja dengan
subsidi, maka sebagai upah dianggap selisih antara harga pembelian dengan harga
yang harus dibayar oleh pekerja.
Contoh
PHK :
Harga batu bara turun, PT SPC PHK karyawan
SAROLANGUN — Puluhan karyawan PT Sarolangun Prima Coll (SPC) di Kampung Pulau
Pinang, Kecamatan Sarkam, Sarolangun, mengaku pasrah pada nasib mereka.
Pasalnya, perusahaan pertambangan batubara tempat mereka bekerja sedang
melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya.
Data yang diperoleh
infojambi.com menyebutkan, sebanyak 36 orang karyawan yang bekerja di PT SPC
terkena PHK. Humas PT SPC, Saypul, membenarkan soal pengurangan karyawan di
perusahaan mereka, karena perusahaan menghentikan aktifitas produksi, dan hanya
melakukan eksplorasi saja.
“Saat ini kami sedang
melakukan pengurangan karyawan, mengingat besarnya biaya operasional yang harus
dikeluarkan. Sementara harga batubara saat ini menurun sangat drastis, sehingga
pemasukan tidak seimbang dengan pengeluaran,” terang Saypul.
Menurut Saypul, PHK dilakukan
perusahaan sesuai prosedur. Karyawan dianjurkan membuat surat pengunduran diri,
dan perusahaan akan memberi uang pesangon sesuai masa kerja dan mengeluarkan
surat pengalaman bekerja terhadap semua karyawan yang di-PHK.
“Biaya yang dikeluarkan
perusahaan untuk pesangon karyawan yang di-PHK mencapai ratusan juta rupiah.
Saat ini jumlah karyawan yang masih berstatus pekerja di PT SPC tinggal enam
orang,” jelas Saypul.
Sumber
Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja