TUGAS
SOFTSKILL ILMU BUDAYA DASAR 8
(Artikel mengenai Fobia dan studi
kasusnya)
A.
DEFINISI FOBIA
Fobia adalah rasa ketakutan yang berlebihan pada sesuatu hal atau fenomena.
Fobia bisa dikatakan dapat menghambat kehidupan orang yang mengidapnya. Bagi
sebagian orang, perasaan takut seorang pengidap Fobia sulit dimengerti. Itu
sebabnya, pengidap tersebut sering dijadikan bulan bulanan oleh teman
sekitarnya. Ada perbedaan "bahasa" antara pengamat fobia dengan
seorang pengidap fobia. Pengamat fobia menggunakan bahasa logika sementara
seorang pengidap fobia biasanya menggunakan bahasa rasa. Bagi pengamat dirasa
lucu jika seseorang berbadan besar, takut dengan hewan kecil seperti kecoak atau tikus.
Sementara di
bayangan mental seorang pengidap fobia subjek tersebut menjadi benda yang
sangat besar, berwarna, sangat menjijikkan ataupun menakutkan.
Dalam keadaan normal setiap orang memiliki kemampuan mengendalikan rasa
takut. Akan tetapi bila seseorang terpapar terus menerus dengan subjek Fobia,
hal tersebut berpotensi menyebabkan terjadinya fiksasi. Fiksasi adalah suatu
keadaan dimana mental seseorang menjadi terkunci, yang disebabkan oleh
ketidak-mampuan orang yang bersangkutan dalam mengendalikan perasaan takutnya.
Penyebab lain terjadinya fiksasi dapat pula disebabkan oleh suatu keadaan yang
sangat ekstrem seperti trauma bom, terjebak lift dan sebagainya.
Seseorang yang pertumbuhan mentalnya mengalami fiksasi akan memiliki
kesulitan emosi (mental blocks) dikemudian harinya. Hal tersebut dikarenakan
orang tersebut tidak memiliki saluran pelepasan emosi (katarsis) yang tepat.
Setiap kali orang tersebut berinteraksi dengan sumber Fobia secara otomatis
akan merasa cemas dan agar "nyaman" maka cara yang paling mudah dan
cepat adalah dengan cara "mundur kembali"/regresi kepada keadaan
fiksasi. Kecemasan yang tidak diatasi seawal mungkin berpotensi menimbulkan
akumulasi emosi negatif yang secara terus menerus ditekan kembali ke bawah sadar
(represi).
Pola respon negatif tersebut dapat berkembang terhadap subjek subjek
fobia lainnya dan intensitasnya semakin meningkat. Walaupun terlihat sepele,
“pola” respon tersebut akan dipakai terus menerus untuk merespon masalah
lainnya. Itu sebabnya seseorang penderita fobia menjadi semakin rentan dan
semakin tidak produktif. Fobia merupakan salah satu dari jenis jenis hambatan
sukses lainnya.
Walaupun ada ratusan macam phobia tetapi pada dasarnya phobia-phobia
tersebut merupakan bagian dari 3 jenis phobia, yang menurut buku DSM-IV
(Diagnostic and Statistical Manual for Mental Disorder IV) ketiga jenis phobia
itu adalah:
1. Phobia sederhana atau spesifik (Phobia terhadap suatu obyek/keadaan
tertentu) seperti pada binatang, tempat tertutup, ketinggian, dan lain lain.
2. Phobia sosial (Phobia terhadap pemaparan situasi sosial) seperti takut
jadi pusat perhatian, orang seperti ini senang menghindari tempat-tempat ramai.
3. Phobia kompleks (Phobia terhadap tempat atau situasi ramai dan terbuka
misalnya di kendaraan umum/mall) orang seperti ini bisa saja takut keluar
rumah.
Beberapa istilah sehubungan dengan fobia :
a. afrophobia — ketakutan akan orang Afrika atau
budaya Afrika.
b. agoraphobia - takut pada lapangan
c. antlophobia — takut akan banjir.
d. bibliophobia - takut pada buku
e. caucasophobia — ketakutan akan orang dari ras kaukasus.
f. cenophobia — takut akan ruangan yang kosong.
g. claustrophobia - takut akan naik lift.
h. dendrophobia - takut pada pohon
i.
ecclesiophobia - takut pada gereja
j.
felinophobia - takut akan kucing
k. genuphobia - takut akan lutut
l.
hydrophobia — ketakutan akan air.
m. hyperphobia - takut akan ketinggian
n. iatrophobia - takut akan dokter
o. japanophobia - ketakutan akan orang jepang
p. lygopobia - ketakutan akan kegelapan
q. necrophobia - takut akan kematian
r.
panophobia - takut akan segalanya
s. photophobia — ketakutan akan cahaya.
t.
ranidaphobia - takut pada katak
u. schlionophobia - takut pada sekolah
v. uranophobia - ketakutan akan surga
w. xanthophobia - ketakutan pada warna kuning
x. arachnophobia - ketakutan pada laba-laba
y. lachanophobia - ketakutan pada sayur-sayuran
B.
CARA MENGATASI FOBIA
a. Terapi berbicara.
Perawatan ini seringkali
efektif untuk mengatasi berbagai fobia. Jenis terapi bicara yang bisa digunakan
adalah:
1. Konseling: konselor
biasanya akan mendengarkan permasalahan seseorang, seperti ketakutannya saat
berhadapan dengan barang atau situasi yang membuatnya fobia. Setelah itu
konselor akan memberikan cara untuk mengatasinya.
2. Psikoterapi: seorang
psikoterapis akan menggunakan pendekatan secara mendalam untuk menemukan
penyebabnya dan memberi saran bagaimana cara-cara yang bisa dilakukan untuk
mengatasinya.
3. Terapi perilaku kognitif
(Cognitive Behavioural Therapy/CBT): yaitu suatu konseling yang akan menggali
pikiran, perasaan dan perilaku seseorang dalam rangka mengembangkan cara-cara
praktif yang efektif untuk melawan fobia.
b. Terapi pemaparan diri
(Desensitisation).
Orang yang mengalami fobia
sederhana bisa diobati dengan menggunakan bentuk terapi perilaku yang dikenal
dengan terapi pemaparan diri. Terapi ini dilakukan secara bertahap selama
periode waktu tertentu dengan melibatkan objek atau situasi yang membuatnya
takut. Secara perlahan-lahan seseorang akan mulai merasa tidak cemas atau takut
lagi terhadap hal tersebut. Kadang-kadang dikombinasikan dengan pengobatan dan
terapi perilaku.
c. Menggunakan obat-obatan.
Penggunaan obat sebenarnya
tidak dianjurkan untuk mengatasi fobia, karena biasanya dengan terapi bicara
saja sudah cukup berhasil. Namun, obat-obatan ini dipergunakan untuk mengatasi
efek dari fobia seperti cemas yang berlebihan.
Terdapat 3 jenis obat yang direkomendasikan untuk mengatasi kecemasan,
yaitu:
1. Antidepresan: obat ini
sering diresepkan untuk mengurangi rasa cemas, penggunaannya dizinkan untuk
mengatasi fobia yang berhubungan dengan sosial (social phobia).
2. Obat penenang: biasanya
menggunakan obat yang mengandung turunan benzodiazepines. Obat ini bisa
digunakan untuk mengatasi kecemasan yang parah, tapi dosis yang digunakan harus
serendah mungkin dan penggunaannya sesingkat mungkin yaitu maksimal 4 minggu.
Ini dikarenakan obat tersebut berhubungan efek ketergantungan.
3. Beta-blocker: obat ini
biasanya digunakan untuk mengobati masalah yang berhubungan dengan
kardiovaskular, seperti masalah jantung dan tekanan darah tinggi (hipertensi).
Karena berguna untuk mengurangi kecemasan yang disertai detak jantung tak
beraturan.
C. STUDI KASUS MENGENAI FOBIA
Andri adalah
murid salah satu sekolah dasar di Semarang, ia memiliki masalah ketidakmampuan
menjalin hubunga sosial yang baik dengan teman sebayanya dikarenakan terlalu
banyak bermain game online. Semakin berjalannya waktu dan ketidakmampuan Andri
untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi, masalah Andri ini menjadi meluas.
Tidak hanya dengan teman-teman sebayanya tetapi juga dengan guru-guru pengajar.
Yang menjadi
perhatian adalah ketika Andri berbicara dengan orang lain. Tidak terfokus
dengan lawan bicara, hanya tersenyum-senyum sambil menggerakkan kepalanya
dengan hitungan patah-patah seperti boneka kayu yang kaku dan pandangan kosong
lurus ke depan. Hitungan fokus untuk menatap lawan bicara hanya kurang dari 6
detik dan fokus pada topik pembicaraan hanya kurang dari 9 detik. Pola seperti
ini, terulang terus menerus ketika Andri dihadapkan pada situasi yang
mengharuskan dia untuk berkomunikasi dengan dua orang atau lebih.
Pola yang
terulang terus-menerus setiap kali berbicara dengan Andri,membuat teman-teman
sekelasnya menjauhi Andri. Bahkan ada seorang guru yang membentak Andri dengan
menggunakan kata “gendheng dan autis.”
Masalah baru
muncul. Andri tidak hadir di sekolah sampai hampir 1 minggu. Menurut pengakuan
ibunya, setiap disuruh berangkat ke sekolah, badan Andri mendadak panas dan
kakinya dingin yang disertai dengan diare. Empat surat izin tidak masuk karena
sakit dari orang tua Andri, terdapat diatas meja kerja guru. Tiga kali
diperiksakan ke dokter oleh orang tuanya, tidak diketahui adanya penyakit
berbahaya. Menurut analisa dokter, sakitnya Andri dikarenakan Andri mengalami
stres berat dan ketakutan akan sesuatu. Kepada ibunya, Andri bercerita kalau
dia takut berhadapan dengan guru yang mengatakan dia gendheng dan autis.
Sehingga membuat dia takut berangkat ke sekolah.
Gejala yang
dialami oleh Andri, menunjukkan bahwa Andri terserang Phobia Sekolah. Menurut
Jacinta F. Rini, phobia sekolah adalah bentuk kecemasan yang tinggi terhadap
sekolah yang biasanya disertai dengan berbagai keluhan yang tidak pernah muncul
atau pun hilang ketika “masa keberangkatan” sudah lewat atau pada hari Minggu
atau hari libur. Phobia sekolah dapat sewaktu-waktu dialami oleh setiap anak
hingga usianya 14-15 tahun, saat dirinya mulai bersekolah di sekolah baru atau
menghadapi lingkungan baru atau pun ketika ia menghadapi suatu pengalandri yang
tidak menyenangkan di sekolah.
Ada beberapa
tanda yang dapat dijadikan sebagai kriteria phobia sekolah, yaitu:
- Menolak untuk berangkat ke sekolah.
- Mau datang ke sekolah, tetapi
tidak lama kemudian minta pulang
- Pergi ke sekolah dengan
menangis, menempel terus dengan orang tua atau pengasuhnya, atau
menunjukkan tantrum-nya seperti menjerit-jerit di kelas, agresif terhadap
anak lainnya (memukul, menggigit, dsb.) atau pun menunjukkan sikap-sikap
melawan/menentang gurunya
- Menunjukkan ekspresi/raut wajah
sedemikian rupa untuk meminta belas kasih guru agar diijinkan pulang dan
ini berlangsung selama periode tertentu.
- Tidak masuk sekolah selama beberapa hari.
- Keluhan fisik yang sering
dijadikan alasan seperti sakit perut, sakit kepala, pusing, mual,
muntah-muntah, diare, gatal-gatal, gemetaran, keringatan, atau keluhan
lainnya. Anak berharap dengan mengemukakan alasan sakit, maka ia diperbolehkan
tinggal di rumah.
- Mengemukakan keluhan lain (diluar keluhan fisik) dengan tujuan tidak
usah berangkat ke sekolah.
- Senang berdiam diri di dalam kamar dan kurang mau bergaul .
Sumber :
http://catatanmingguanku.blogspot.com/2012/02/pengertian-macam-dan-cara-mengatasi.html
http://phobia-disorder.blogspot.com/p/contoh-kasus_16.html